VIVAlife - Budidaya buah dan sayur, kambing, sapi, serta madu telah dilakoni Helianti Hilman sejak kecil. Dilahirkan dan tumbuh dalam keluarga petani membentuknya menjadi sosok yang sangat menghargai dan menghormati proses alam. Hal ini kemudian membuatnya jatuh cinta pada hasil bumi yang lalu membawanya pada kesuksesan.
Nama Helianti kini tak bisa dilepaskan dari merek bahan pangan organik asli Indonesia, JAVARA. Tak hanya dijual di supermarket-supermarket di Indonesia, tapi produk JAVARA sudah menghiasi rak-rak toko bahan pangan di berbagai negara. Sebut saja Amerika Serikat, Jepang, Belgia, dan Singapura.
"Ini sebenarnya merupakan akumulasi karena kecintaan saya pada alam. Saya besar di gunung dan saya sudah terbiasa membudidaya semua yang dimakan. Mulai dari buah-buahan, madu, sayuran, ayam, kambing dan sapi semua karena daerah tempat tinggal di gunung dan jauh dari mana-mana," kata Helianti saat ditemui di kantornya di kawasan Kemang.
Sebelumnya, wanita lulusan Kings College University of London ini bekerja sebagai konsultan lembaga internasional. Ia sempat berada di kawasan Asia selatan yaitu, India, Nepal, Sri Lanka. Dari situ ia tahu kalau produk pertanian negara-negara tersebut bisa masuk ke pasar global.
"Waktu itu saya melihat bahwa produk komunitas sudah bisa sampai ke pasar global. Saya pikir Indonesia dengan potensi dan keanekaragaman hayati dan jalinan kepercayaan yang tinggi, sebenarnya tidak kalah dengan negara-negara tersebut," ujar Helianti.
'Tercuci otak'
Ketertarikannya untuk membuat merek dan toko yang menjual produk organik berbasis petani lokal tercetus ketika ia sedang berjalan-jalan di Inggris. Ia melihat toko yang khusus menjual bahan organik yang dibudidayakan petani lokal.
"Waktu aku jalan ke Inggris, aku baru mulai berpikir sama suamiku, enak juga kalau punya toko yang menjual barang-barang seperti itu. Sampai sekitar 2004 atau 2005, mulai dikenalkan dengan jaringan (komunitas) petani. Mulai dari situ, aku seperti dicuci otak dan saat itu mataku seperti terbuka lebar," cerita ibu satu anak itu.
Ia pun bercerita soal keberagaman padi Indonesia yang ada lebih dari 7.000 jenis. Mulai dari padi pantai yang ada di Aceh dan tahan pada keasinan tinggi. Padi si Jago di Kalimantan yang tahan pasang surut. Ada juga padi danau Dwi Sendalun, sampai padi yang bisa ditanam di lahan kering.
Mulai 2004 setelah Helianti bertemu dengan jaringan komunitas petani, ia lalu mulai mengembangkan Javara pada 2008. Kata 'Javara' diambil dari bahasa Sansekerta. Nama tersebut artinya mengangkat serta menampilkan sisi terbaik di setiap sudut pulau Jawa, dalam hal ini hasil buminya.
Melalui PT. Kampung Kearifan Indonesia (KKI), tak hanya di Jawa, ia kini menggandeng lebih dari 700 komunitas lokal atau 50 ribu petani lokal dari seluruh Indonesia yang hasil kerja dan karya mereka dikemas cantik dalam merek Javara. Helianti menganggap kalau hasil bumi yang diolah para petani tersebut bukan hanya sekadar bahan pangan, tapi sebuah karya seni.
"Ini bukan bicara soal makanan lagi, tapi sudah bicara soal bagaimana cara untuk menyelamatkan budaya dan warisan," ujarnya.
Para petani mengolah hasil bumi penuh dengan kearifan lokal, memiliki konteks sosial serta spiritual. Mulai dari pemilihan bibit, melihat cuaca, menyirami hingga memohon pada Sang Pencipta agar hasil panen mencukupi, bukan berlebihan, apalagi kekurangan.
"Banyak konsumen yang justru membeli karena tertarik dengan cerita di balik proses mengolahnya. Mulai dari bahan pokok yang digunakan hingga kearifan lokal yang menjadi tolak ukur produk ini," kata wanita kelahiran Jawa Timur ini.
Produk kampung yang tak kampungan
Anda mungkin sudah biasa melihat kemasan beras dalam karung putih atau cokelat. Tapi di Javara, beras ditata apik dalam kemasan bernuansa etnik. Begitu juga dengan produk lainnya, seperti gula, garam, gula semut, merica, dan berbagai bumbu dapur lainnya.
Ada juga makanan organik yang paling disukai ekspatriat, yaitu coconut sugar atau gula semut organik. Produk ini ini memiliki beberapa variasi rasa, orisinal, vanili, jahe, temulawak, kunyit, dan zedoary (kunyit putih). Sejak empat tahun lalu berdirinya Javara, hingga saat ini produknya sudah mencapai sekitar 800 jenis.
Mulai dari isi hingga kemasan tampaknya benar-benar dipikirkan secara detail oleh Helianti. Sehingga, bahan pangan kampung Indonesia tersebut jauh dari kesan kampungan. Saat melihat jajaran produk Javara, akan seperti dibawa ke pasar di berbagai pelosok negeri dan penuh cerita. Anda bisa saja menemukan bahan pangan yang selama ini belum pernah dilihat.
Ada juga produk-produk pengembangan, seperti mi brokoli dan mi wortel. Untuk mi brokoli, Helianti punya cerita sendiri. Brokoli yang digunakan merupakan brokoli yang ditanam di lereng Merapi dan harus 'diselamatkan'.
"Produk ini (mi brokoli) timbul karena memang ada masalah. Mau tak mau sayuran brokoli yang berjumlah setengah ton milik petani di lereng Merapi, harus segera dipanen. Kalau tidak, akan hangus karena abu vulkanik dan merugi," jelas Helianti.
Keinginan Helianti kini adalah makin banyak orang mengenal dan mengapresiasi hasil bumi Indonesia yang ditanam dengan hati oleh para petani. Hasilnya adalah penganan penuh zat gizi tinggi, tak terpapar zat kimia, yang tentunya sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia.
"Mereka (petani organik) mengibaratkan bahwa Bumi adalah Ibu dan Bapak adalah langit. Bertani sama dengan melakukan silaturahmi dengan alam, nggak ada jarak antara bumi dan tanaman," ujarnya.
Via: Helianti Hilman, Jatuh Cinta Pada Hasil Bumi Indonesia
0 Comment to "Helianti Hilman, Jatuh Cinta Pada Hasil Bumi Indonesia"
Post a Comment